[ JJB ke #38 ]
"Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada bertemu akan berpisah
Awal kan berakhir
Terbit kan tenggelam
Pasang akan surut bertemu akan berpisah..." -Sampai Jumpa (Endank Soekamti)
Foto pribadi |
Suara gemuruh nyanyian lagu berjudul "Sampai Jumpa" milik Endank Soekamti itu bergema di seisi ruangan Gedung Dyandra Convention Centre. Tempat digelarnya Wisuda mahasiswa STIE Mahardhika pada tanggal 29 November 2020 yang lalu. Menggetarkan hati para wisudawan dan wisudawati yang tengah melaksanakan prosesi wisuda. Tak terkecuali aku. Seorang laki-laki berkacamata itu turut serta bernyanyi dalam alunan lagu sendu, yang tanpa terasa air matanya mengalir bak sumber mata air yang datang tiba-tiba.
"Buk... Nanti kalau saya sudah Wisuda jenengan saya ajak ke acaranya nggeh Buk sama Bapak. Nanti setelah Wisuda terus kita foto-foto juga sama Mas Toto." Ucapku 2018 yang lalu saat liburan hari raya.
"Iya Lee.." Ucap Ibu sembari tersenyum. Ku lihat tersirat kebanggaan di senyum manisnya.
Dari tiga bersaudara, akulah salah satu anaknya yang bisa sampai melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Masku yang pertama hanya melanjutkan pendidikan sampai SMP, dan setelah itu dia berjuang keras di tanah rantau. Melanjutkan hidup untuk menjadi contoh bagi adik-adiknya. Dan masku yang kedua bahkan hanya tamatan SD, sebelum pada akhirnya melanjutkan pendidikan agama di Pondok Pesantren selama 6 Tahun.
Keberhasilan pendidikanku tak lepas dari jerih payah dan perjuangan Ibu. Apapun ia lakukan demi untuk mendukungku melanjutkan pendidikan. Bahkan Ibu sampai rela untuk merantau ke Surabaya untuk membiayai sekolahku. Mulai dari menjadi pegawai di Toko emas sampai jadi PRT-pun dia lakoni untuk menopang biaya pendidikan dan hidup kami.
Ibu juga seorang yang taat beragama. Tak pernah kulihat dia meninggalkan sholat lima waktu ditengah kesibukannya. "Kalau Ibu sholat malam, Ibu selalu mendoakan untuk kesuksesanmu kelak Le..," Begitu katanya teduh, yang mungkin sudah tiga atau empat kali aku mendengar ceritanya.
Tatkala aku bisa kuliah dengan biaya sendiri, Ibu senangnya bukan main. Lebih tepatnya bangga. Dari cerita Bulek, aku tau Ibu selalu bercerita tentang anaknya ini diperantauan yang katanya sudah mandiri.
Namun sayang, ketika hari kebahagiaan itu datang. Ibu sudah tak ada di sampingku untuk menemani Wisuda anak kebanggaannya. Tak ada lagi tangis bahagia dari Ibu, yang ada hanyalah tangis sendu dariku karena janji-janji kebahagiaan itu belum sempat aku tepati saat beliau masih hidup.
Ibu lebih dulu dipanggil oleh Tuhan. Mungkin kala itu Allah lebih sayang sama Ibu. Ketika Ibu harus berbaring di ranjang Rumah sakit selama satu hari satu malam karena sakit yang dideritanya. Ibu divonis dokter mengalami stroke berat. Tensi darahnya naik hingga 200 mmHg. Dari hasil diagnosis dokter, katanya pembuluh darah di otak Ibu pecah.
Ibu terbaring lemah dan tak sadarkan diri. Aku dan kakak-kakaku tak henti-hentinya melafalkan doa untuk kesembuhan Ibu. Malam kala itu makin larut, udara dingin masuk lewat celah-celah cendela, hingga menerobos ke hati kami. Ibu tak jua sadarkan diri. Hingga pada akhirnya Ibu menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 1 malam dini hari. Bertepatan dengan malam Jumat. Malam yang baik, begitupun dengan kematiannya. Semoga saja.
"Innalilahi Wa Inna ilaihi Raji'un..." Hanya doa terbaik yang bisa kami lantunkan untuk menemani kepergiaannya.
Dan sekarang, janji anakmu sudah terbayarkan buk. Wisuda kali ini menjadi Kado Cinta special untukmu buk. Aku yakin, Ibu pasti senang. Ibu selalu mengawasi anaknya ditengah kesibukannya di Surga. Salam cinta dari kami buk. Tertanda, anakmu tersayang!
Surabaya, 19 Februari 2021 || Budi Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar