#JJM Ke 7
Keinginan Perpisahan yang Terpendam
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi |
Bila
mungkin memang tak bisa
Menyatukan
perbedaan kita
Dan
tetap bertahan
Ditengah
kepedihan
Jadikan
ini
Perpisahan
yang termanis
Yang
indah dalam hidupmu
Sepanjang
waktu
Semua
berakhir
Tanpa
dendam dalam hati
Maafkan
semua salahku
Yang
mungkin menyakitimu
Semua
berakhir
Tanpa
dendam dalam hati
Maafkan
semua salahku
Yang
mungkin menyakitimu
-Lovarian,
Perpisahan Termanis
Waktu aku menulis jurnal ini, malam tengah beranjak kian
dalam. Malam yang sepi, sunyi nan gelap. Senantiasa menemaniku untuk menuliskan
beberapa paragraf tentang kegundahan hatiku. Sebenarnya aku pun sedikit ragu
untuk menuliskan jurnal ini. Pasalnya kata “Gundah” dan “Galau” adalah dua
sejoli kosakata yang ingin aku hindari jauh-jauh dari tulisan-tulisanku diblog
ataupun statusku dimedsos. Awalnya aku punya rencana untuk hanya memperlihatkan
diriku sebagai sesosok pria yang tegar dalam segala kondisi. Tapi, pada kenyataannya
aku terpancing juga untuk menuliskan kosa kata itu disini . Aku memang perencana
yang baik, namun aku bukan pengeksekusi rencana yang baik. Biarlah, daripada
jadi beban pikiranku untuk kemudian timbul jerawat lebih baik aku ungkapkan saja.
He.
Aku tengah memikirkan apa yang selanjutnya terjadi
beberapa saat lagi seandainya aku pergi. Ya, Aku ingin melepasmu, mungkin untuk
beberapa saat, atau selamanya. Kepergianku bisa jadi hanya untuk kembali atau
mungkin juga seperti halnya Bang Toyib yang gak pulang-pulang. Entahlah,
wallahu’alam (hanya Allah yang tahu). Aku jadi bingung sendiri apakah aku
pantas melafalkannya atau justru lebih baik tidak. Kamu berhak memilih dengan
siapa kamu akan hidup bersama. Aku tak pernah memiliki kemampuan untuk
melarangmu suka pada laki-laki yang lain karena memang belum ada ikatan apapun diantara
kita. Sebagaimana aku pun bebas menentukan pilihan siapa yang akan menjadi
makmumku. Maaf, jika aku harus memberikan opsi nama-nama lain di dalam do’aku
selain kamu. Tak menjadikan kamu satu-satunya calon pendamping yang akan ku-ajak
menelusuri jalan yang teramat panjang ini.
Aku merenungkan tentang berbagai kemungkinan saat kita
berpisah kelak. Apakah dengan cara saling melambaikan tangan atau justru malah
acuh tak acuh. Aku menunduk tak sanggup memandang apa yang terjadi diseberang
sana. Ada kamu disana, entah sedang apa. Mungkin lebih baik aku minta burung
merpati untuk ku kirimkan surat buatmu, mengabarkan bahwa aku baik-baik saja.
Bagaimana denganmu? Kuharap kamu pun begitu.
Aku sudah mencoba mengutarakan niat baik itu kepada orang
tuaku. Tetapi yang seperti aku bicarakan kepadamu, bahwa ternyata keputusan
mereka tak berpihak kepada keinginan kita. Mereka ingin aku menuntaskan Study-Ku sekaligus belajar agama lebih
dalam lagi untuk kemudian menyempurnakan agamaku. Disaat keduanya sudah berkata
demikian aku bisa apa, bukankah beliau Rasulallah SAW. Telah bersabda “Ridha
Rabb terletak pada rida kedua orang tua dan murka-Nya terletak pada kemurkaan
keduanya.” (Hr.Thabarani). Ya, memang aku tahu bahwa wanita butuh kepastian dan
kepastian ku untuk saat ini adalah meninggalkanmu. Aku ingin pergi jauh
berlayar ke lautan dan samudra untuk kemudian menenggelamkan hati pada Dia yang
menguasai perkara hidup, jodoh dan mati. Apa yang mereka bilang tentang
memantaskan diri, aku sedang mengusahakannya lebih saat ini.
Izinkan aku menjadi sesosok lelaki keras kepala yang
berbeda. Lelaki yang dulunya percaya bahwa cinta baru datang karena terbiasa.
Menjadi lelaki yang meyakini cinta yang dibangun bernaungkan kecintaan padaNya.
Izinkan Aku mencintaimu setelah menghalalkanmu. Bisa jadi yang kumaksud itu
memang kamu atau justru orang lain. Aku tidak ingin memperdebatkannya, biarlah
Dia yang Maha pemberi cinta mengatur skenario hidup kita. Dari status-statusmu
dimedsos akhir-akhir ini aku tahu, kamu berkeinginan menghapus foto-foto
kenangan saat kita bertemu dulu. Tidak apa-apa, kamu boleh menghapus foto itu
sesukamu. Asalkan jangan menghapus namaku dimemori otakmu, ku mohon sekali lagi
jangan. Biarkan aku tetap menjadi saudara muslim kamu, yang senantiasa saling
menebar salam dan senyum kapanpun kita bertemu nanti. Semoga kamu mau membaca
dan tidak bosan dengan celotehan-ku ini. Good
bye and see you next time.
Budi
Setiawan | Sidoarjo, 7 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar