Jumat, 07 April 2017

Keinginan Perpisahan Yang Terpendam

#JJM Ke 7

Keinginan Perpisahan yang Terpendam

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi


Bila mungkin memang tak bisa
Menyatukan perbedaan kita
Dan tetap bertahan
Ditengah kepedihan

Jadikan ini
Perpisahan yang termanis
Yang indah dalam hidupmu
Sepanjang waktu

Semua berakhir
Tanpa dendam dalam hati
Maafkan semua salahku
Yang mungkin menyakitimu

Semua berakhir
Tanpa dendam dalam hati
Maafkan semua salahku
Yang mungkin menyakitimu

-Lovarian, Perpisahan Termanis

Waktu aku menulis jurnal ini, malam tengah beranjak kian dalam. Malam yang sepi, sunyi nan gelap. Senantiasa menemaniku untuk menuliskan beberapa paragraf tentang kegundahan hatiku. Sebenarnya aku pun sedikit ragu untuk menuliskan jurnal ini. Pasalnya kata “Gundah” dan “Galau” adalah dua sejoli kosakata yang ingin aku hindari jauh-jauh dari tulisan-tulisanku diblog ataupun statusku dimedsos. Awalnya aku punya rencana untuk hanya memperlihatkan diriku sebagai sesosok pria yang tegar dalam segala kondisi. Tapi, pada kenyataannya aku terpancing juga untuk menuliskan kosa kata itu disini . Aku memang perencana yang baik, namun aku bukan pengeksekusi rencana yang baik. Biarlah, daripada jadi beban pikiranku untuk kemudian timbul jerawat lebih baik aku ungkapkan saja. He.

Aku tengah memikirkan apa yang selanjutnya terjadi beberapa saat lagi seandainya aku pergi. Ya, Aku ingin melepasmu, mungkin untuk beberapa saat, atau selamanya. Kepergianku bisa jadi hanya untuk kembali atau mungkin juga seperti halnya Bang Toyib yang gak pulang-pulang. Entahlah, wallahu’alam (hanya Allah yang tahu). Aku jadi bingung sendiri apakah aku pantas melafalkannya atau justru lebih baik tidak. Kamu berhak memilih dengan siapa kamu akan hidup bersama. Aku tak pernah memiliki kemampuan untuk melarangmu suka pada laki-laki yang lain karena memang belum ada ikatan apapun diantara kita. Sebagaimana aku pun bebas menentukan pilihan siapa yang akan menjadi makmumku. Maaf, jika aku harus memberikan opsi nama-nama lain di dalam do’aku selain kamu. Tak menjadikan kamu satu-satunya calon pendamping yang akan ku-ajak menelusuri jalan yang teramat panjang ini.

Aku merenungkan tentang berbagai kemungkinan saat kita berpisah kelak. Apakah dengan cara saling melambaikan tangan atau justru malah acuh tak acuh. Aku menunduk tak sanggup memandang apa yang terjadi diseberang sana. Ada kamu disana, entah sedang apa. Mungkin lebih baik aku minta burung merpati untuk ku kirimkan surat buatmu, mengabarkan bahwa aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Kuharap kamu pun begitu.

Aku sudah mencoba mengutarakan niat baik itu kepada orang tuaku. Tetapi yang seperti aku bicarakan kepadamu, bahwa ternyata keputusan mereka tak berpihak kepada keinginan kita. Mereka ingin aku menuntaskan Study-Ku sekaligus belajar agama lebih dalam lagi untuk kemudian menyempurnakan agamaku. Disaat keduanya sudah berkata demikian aku bisa apa, bukankah beliau Rasulallah SAW. Telah bersabda “Ridha Rabb terletak pada rida kedua orang tua dan murka-Nya terletak pada kemurkaan keduanya.” (Hr.Thabarani). Ya, memang aku tahu bahwa wanita butuh kepastian dan kepastian ku untuk saat ini adalah meninggalkanmu. Aku ingin pergi jauh berlayar ke lautan dan samudra untuk kemudian menenggelamkan hati pada Dia yang menguasai perkara hidup, jodoh dan mati. Apa yang mereka bilang tentang memantaskan diri, aku sedang mengusahakannya lebih saat ini.

Izinkan aku menjadi sesosok lelaki keras kepala yang berbeda. Lelaki yang dulunya percaya bahwa cinta baru datang karena terbiasa. Menjadi lelaki yang meyakini cinta yang dibangun bernaungkan kecintaan padaNya. Izinkan Aku mencintaimu setelah menghalalkanmu. Bisa jadi yang kumaksud itu memang kamu atau justru orang lain. Aku tidak ingin memperdebatkannya, biarlah Dia yang Maha pemberi cinta mengatur skenario hidup kita. Dari status-statusmu dimedsos akhir-akhir ini aku tahu, kamu berkeinginan menghapus foto-foto kenangan saat kita bertemu dulu. Tidak apa-apa, kamu boleh menghapus foto itu sesukamu. Asalkan jangan menghapus namaku dimemori otakmu, ku mohon sekali lagi jangan. Biarkan aku tetap menjadi saudara muslim kamu, yang senantiasa saling menebar salam dan senyum kapanpun kita bertemu nanti. Semoga kamu mau membaca dan tidak bosan dengan celotehan-ku ini. Good bye and see you next time.

Budi Setiawan | Sidoarjo, 7 April 2017





Tidak ada komentar:

Posting Komentar