Jumat, 26 Mei 2017

Cerita Dari Negeri Santri



Cerita Dari Negeri Santri

[JJM : Ke #11]

Suasana di kota Santri
Asyik senangkan hati
Tiap pagi dan sore hari
Muda-mudi berbusana rapi
Menyandang Kitab Suci
Hilir mudik silih berganti
Pulang-pergi mengaji .
(lirik “Kota santri”- Nasidaria Qosidah)

Ini pondok putra tampak depan


Pesantren itu laksana Penjara Suci, memang benar. Pesantren seakan-akan menjadi penjara sekaligus surga bagi para pencari ilmu khusunya ilmu agama. Di sana terdapat gerbang laksana benteng kokoh, di mana gembok besinya seperti belenggu kebebasan bagi para penghuninya. “Pesantren” pun menyimpan berjuta kisah yang indah , pun di sana ada ukiran kenangan pahit, manis dan unik yang menurut saya sangat menarik untuk digubah dalam bingkai karya pena.

Asrama dan ruang kelas pondok putra

Di JJM (Jurnal Jomblo Mulia) yang ke 11 ini saya ingin berbagi cerita dan pengalaman tentang apa yang pernah kurasa, kualami dan kujalani. Betapa pernak-pernik perjalanan dipesantren tersebut terlalu sayang untuk hanya dikenang, namun harapannya semoga bisa menjadi ibrah (pelajaran) bagi saya pribadi khususnya dengan mengingat ingat perjalanan masa lampau sebagai acuan untuk melangkah kedepan. Karena seperti yang kita kita ketahui bersama ada ungkapan Experience Is The Best Teacher bahwa “Pengalaman adalah guru terbaik”. Adapun jika teman-teman pembaca mendapatkan kemanfaatan dari tulisan saya, ya alhamdulillah. Paling tidak akan sedikit memberikan jawaban dari pertanyaan: “Bagaimana sih, sebenarnya kehidupan dipondok pesantren itu?”.

Pembacaan Rutinan Maulid Simtudurror


Bagi saya pribadi, menghabiskan sebagian waktu dipondok menjadi sangat penting. Ada banyak sekali hal-hal yang tidak didapat ketika tak pernah mondok. Maka dari itu jika ingin merasakan bagaimana serunya kehidupan dipondok, silahkan mondok dulu. Itu merupakan satu-satunya cara. Kalau hanya dengan membaca buku-buku novel seperti negeri 5 menara karya Ahmad Fuadi atau film mengenai kehidupan dipondok itu saya rasa belum cukup. Tak akan bisa membuat kita total dalam memaknai sensasi saat-saat dipesantren. Ada satu alternatif seadainya teman-teman pembaca ingin merasakan bagaimana nuansa ngaji dipesantren yaitu dengan mengikuti kegiatan ngaji posonan. Mungkin kegiatan ini agak terdengar asing ditelinga kita. Karena memang kegiatan yang sering dilakukan di masyarakat umum adalah seperti tadarrus Al-qur’an, Kultum, ataupun kajian-kajian di bulan Ramadhan. Lalu apa itu ngaji posonan ? Ngaji posonan atau sering disebut ngaji kilatan adalah istilah jawa dalam menyebut tradisi pengajian di sebagian pesantren-pesantren di Indonesia yang dilaksanakan di bulan Ramadhan. Biasanya dilaksanakan kurang lebih 15-20 hari dibulan Ramadhan. Seperti apa keseruannya ngaji posoan di bulan Ramadhan? Jawabannya mungkin bisa dicoba sendiri-sendiri dulu ya, dan silahkan ditafsirkan sendiri-sendiri. Hehe. (Terkait pembahasan ngaji posonan Insya’Allah bisa saya tuliskan dijurnal berikutnya geh).

Suasana ngaji kitab kuning

Oke, kita lanjut (kembali ke laptop) he. Saya sendiri pernah mengenyam pendidikan dipondok pesantren tapi tidak lama hanya tiga tahunan di Kota ponorogo. Jika kita berbicara ponpes di Ponorogo yang maka yang paling terkenal adalah Pondok Modern Gontor yang pernah salah satu santrinya mengabadikan kisah dipondok Gontor itu kedalam sebuah novel yang menjadi Best Seller. Yaitu novel Negeri 5 menara karya A.fuadi. Tapi pondokku bukanlah di Gontor tersebut, pondok saya adalah pondok salaf dimana sistem pengajarannya menganut sistem tradisional. Pondok pesantren yang mengkaji “Kitab-kitab kuning” (kitab kuno). Banyak hal yang mengesankan ketika mondok dipesantren salaf salah satunya adalah hubungan antara kyai dengan santri cukup dekat secara emosional. Kyai terjun langsung  dalam menangani para santrinya. Yang menjadi ciri khas pesantren salaf yaitu sistem pengajarannya menggunakan arab pegon, dimana arab pegon tersebut sebagai metode dalam memaknai kitab yang diajarkan dengan tulisan arab tapi menggunakan bahasa jawa. Kebetulan pondok saya dulu adalah pondok yang memadukan sistem pengajaran tradisional dengan sistem modern dengan adanya sekolah umum di lingkup pesantrennya seperti adanya sekolah MTs (setara dengan SMP) dan MA (setara dengan SMA). Sehingga saat saya mondok dipesantren tersebut tidak hanya ilmu agama yang diajarkan tapi ilmu umum juga tidak ketinggalan.

Asyiknya makan bersama santri

Yang menyenangkan dari Santri di pondok adalah sikap kekeluargaannya. Teman se-pondok bagiku adalah sebuah keluarga besar. Karena orang tua dari para santri bertempat tinggal jauh dari pondok bahkan ada beberapa santri yang berasal dari luar pulau, maka teman-teman santri yang dirasa lebih dekat menjadi keluarga baru dipondok. Jika ada yang sakit maka teman sekamar yang mengurusnya. Saat kehabisan bekal pinjam teman yang punya, saat ada makanan dimakan bersama-sama (Senampan bersama) dan saat ada masalah kita saling curhat untuk saling memberi solusi. Indah nian jika mengingat masa-masa itu yang sulit sekali saya dapatkan saat sudah mengenyam pendidikan di bangku kuliah saat ini. Untuk meringankan beban orang tua dulu ketika mondok saya nderek ndalem (bekerja jadi abdi ndalem dirumahnya Kyai) dan alhamdulillah selama mondok saya dibebaskan dari tanggungan SPP baik yang sekolah umum maupun SPP pondok. Bahkan biaya makan dan asrama pun saya ditanggung ndalem (keluarga kyai). Saya hanya mengeluarkan biaya untuk keperluan pribadi saja seperti, kitab-kitab, buku, peralatan mandi dll. Dari situ saya bisa sedikit meringankan beban Orang Tua. Di ndalem bu Nyei keseharianku  adalah jadi petugas kebersihan baik membersihkan ndalem bu Nyei dan juga mengambil sampah-sampah di halaman pondok putri. F.Y.I hanya santri putra yang ikut ndalem seperti aku sajalah yang boleh masuk dipondok putri. Sebenernya awal-awalnya malu untuk mengambil sampah itu tapi lama-lama jadi biasa saja. Terkadang ada rasa senang juga saat papasan dengan dengan santriwati yang jadi pujaan hati hehehe. Walaupun hanya sebatas saling tebar senyum dan curi pandang dikit tapi senengnya bukan main. Eiiits.. ini pun juga saya lakukan dengan ekstra hati-hati. Kalau sampai Ibu Nyai atau Abah tahu bisa terjadi musibah besar hehe. (Jangan ditiru ya).




Mungkin terkesan sering saya mempromosikan pondok dan kegiatan-kegiatan santrinya di media sosial. Ya, saya memang menuliskannya dalam rangka ikut mengkampanyekan gerakan “ayo mondok” yang dicanangkan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Seperti yang diutarakan Katib Syuriyah PCNU Jember, Ustadz MN.Harisudin, gerakan Ayo Mondok merupakan langkah positif dalam rangka mencetak generasi bangsa yang cerdas sekaligus berakhlak mulia. Dan pastinya kita berharap agar orang-orang mau menengok pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif ditengah zaman “kekinian” yang begitu tak karuan saat ini. Saya pun begitu tertampar ketika membaca wejangan dari KH.Abdullah Kafabihi Mahrus (Pengasuh pondok Lirboyo kediri) yang menyebutkan “alumni pesantren yang tidak peduli dengan pesantren tidak lebih baik dari yang tidak alumni tapi peduli dengan pesantren”. Lewat membagikan kesan-kesan dari nilai kebaikan-kebaikan yang pernah saya jumpai dipondok ini semoga menjadi sedikit usaha untuk peduli terhadap pusat kaderisasi da’i-da’i itu sendiri. Amiin.

Ziarah Wali di Madura dengan teman seperjuangan

Banyak hal kenapa Orang Tua penting memondokkan anaknya di pesantren. Menurut pengalaman penulis sendiri ada beberapa hal yang dirasa menjadi alasan kenapa mondok itu penting. Pertama dipondok pesantren terutama pondok salaf (Pondok Tradisional NU) memiliki sanad keilmuan yang jelas. Segala yang dipelajari dipesantren salaf bisa dipertanggung jawabkan. Jika kita runtut, ilmu yang dikonsumsi alurnya jelas sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua diperkenalkannya konsep barokah. Dalam kehidupan di pesantren barokah ini menjadi hal yang sangat penting bagi semua santri. Seringkali kita mendengar, setinggi apapun ilmu yang didapatkan jika tidak mendapat barokah kyainya maka akan sia-sia ilmunya. Barokah sendiri mempunyai makna penambahan kebagusan dari Allah SWT (ziyadatul khoir). Artinya setiap waktu semakin bertambah baik. Ketiga dipesantren juga diajarkan bagaimana bersosial. Seperti yang telah saya ceritakan diawal bahwa kebersamaan di pesantren itu sangat erat diibaratkan penghuni pesantren adalah The Big Family (keluarga besar). Semisal bagaimana santri makan bersama dalam sebuah nampan. Dan saling saling bahu membahu jika teman yang lain terkena masalah atau musibah semisal sakit. Dari situ bisa kita lihat bahwa kebersamaan menjadi hal penting kaitannya dengan pendidikan sosial. Kelima adalah Akhlak. Seseorang santri yang berakhlak, baik tindakan, perkataan, pikiran maupun perasaannya akan berjalan secara beriringan.
Para pengasuh pondok (No.2 dari kiri adalah Kyai Zami' Khudz Dza wali Syam No.3 adalah Kyai Ayyub Ahdiyan Syam

Ini hanyalah sedikit pengalaman yang pernah penulis alami. Masih banyak pengalaman dan hal-hal lain yang menjadi jawaban bahwa mondok (nyantri) itu penting. Ada segudang pelajaran dan pengalaman yang hanya bisa kita dapatkan dari pondok pesantren. InsyaAllah jika saya nanti dikaruniai anak maka saya berniat untuk memondokkannya. Tentunya setelah saya dipertemukan jodoh saya dulu,he.

Sekian.

26 Mei 2017 | Budi Setiawan

 Foto-foto lain:




Habis ngaji ya ngrumpi bahas Agama, negara kemudian santri putri hehe
Sepak bola ala santri

Ziarah wali dengan Romo Kyai Ayyub
Pelantikan pengurus OSIPP (Organisasi Santri Intra Pondok Pesantren)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar